U mild Demokrasi Indonesia
demokrasi itu
dari uang,
oleh uang dan
untuk uang
demokrasi itu
demonstrasi bakar ban
biar muncul di tivi
demokrasi itu
para politisi bebas berebut kursi
lalu…
korupsi ramai-ramai
tapi menurut gua…
demokrasi itu
duduk manis di depan tivi sambil memaki-maki
habis duit minta pada ortu
habis perkara….
Dia
Kemarin dia datang
Semalam dia datang
Tadi pagi, dia datang lagi
Datang mengintai
Bersama matahari
Di jalan dia ada
Di rumah dia ada
Di sunyi dia ada
Di ramai dia ada
Bertandang tak kenal waktu
Aku penasaran. Maka ketika dia datang. Ketika dia ada, aku coba iseng menanyakan namanya.
Dengan seyumnya yang dingin, dia menjabat tanganku,
“Namaku tak panjang-panjang amat, namaku :maut!.
Aku akan menjemputmu kapan pun kumau, dan kemana pun kau pergi”
PANAH PENYESALAN
di
neraka
manakah
aku
mau
kau
taruh
tuhan
tanyaku
usai
buat
dosa
?
Merokok
Meluap
meluap
meluap
sampai
tersedat-sedat
merokok sampai dada sesak - plok
sampai paru-paru penuh asap – maut!
tanpa nama,
tanpa hari, tanpa tanggal, tanpa tahun
.
Cerita Usang
Di bawah pusaranya
Nenek moyangku meratap-tertawa
Melihat anak cucunya
Berebut harta tua
Opu Bonto Bangung
spermamu,
yang kau tanam paksa di rahimku
tak ubahnya kau
jutaan penggalah matahari lalu
di saat liar matamu
memasukkan sembilu
ke pui-pui karaeng gowa
isap, tersedak, putus, tewas
lihatlah
darah di belati anakmu
dilap dengan percah kain
dari baju temannya
Setitip Pesan Dari Ibu
jauh, jauh
kau belum lagi berenang di cairan ketuban
lantai tempat berpijakmu adalah,
punggung bapakmu
disemen keringat
yang menetes di ujung keningnya
jauh, jauh
kau belum lagi dililit plasenta
tiang tempat bersandarmu adalah,
gantungan kopiah
diusung bahu
rakat negeri ini
jangan, jangan nak!
ari-arimu
akan kering diserapnya
hingga tegel murahan itu
hanya akan memantulkan wajah jelekmu
adakah kau dendam?
dengan benjolan di kepalamu sewaktu terpeleset?
jangan, jangan nak
tiang beton itu
tidak termakan paku negeri ini
adakah kau kenang?
bola ang terpantul
hingga tak kena cermin, tempat rias kita?
adakah kau dendam?
air mata dan susuku
telah kering
Anak-Anakku Tidur Dengan Lelap
Bandul itu
Tak enggan berhenti beraun
Tak!
Apa arti lonceng
Di sebuah negeri yang tak menghargai waktu
Anak-anakku tertawa dengan mimpinya
Meneringai ke arah langit-langit
Bangsa ini terlanjur lelap
Sementara setan
Di bubungan atap rumah
Atau kalong-kalong
di luar jendela
hendak santap pisang
di meja
bahkan di ujung bibir kita
Curhat,
Cerita Untuk Renungan Hani Tercinta
Mungkin tiba sudah saatnya
Kukabari kau dari
Setelah penatku
Sudah tiba mungkin saatnya
Tuk dengarkan dengung telingaku
Oleh retakan tulang-tulang sendiri
Saatnya mungkin sudah tiba
Tuk penantianmu belajar katakan,
Setia!
Inikah puisi
Onani
Dengan kata-kata
Muncrat
Suku kata
Kawin
Dengan larik
Lahir
Bait
Kurangkai menjadi puisi
Bubuhkan tanda tangan di kertas ini sebelum pergi
Bubuhkan
Tanda tangan
Di
Kertas ini
Sebelum pergi
Kawan
yang merangkak
di lantai
kutahu lututmu masih goyah
tuk kenal
arti payah
bahkan mati
tapi
dengan pasti
kita akan berdiri
berlari
hadapi
sekali lagi
Bubuhkan tanda tangan di kertas ini sebelum pergi
Untuk pemimpin-pemimpinku
Penatku ditumpuk geram
Retakku kutelan
Mungkin aku sudah bosan
Dengan kalian
Seperti Binatang?
Sudah hilang betulkah adab di bumi ini?
Sehingga tumbuh
Bulu
Sekujur badan kami
Lalu menjelma menjadi jalang
Seperti binatang?
Sudah butakah mata
Dengan tipuan kaca
Lalu
Anak kami santap
Saudara kami lahap
Seperti binatang?
Akh, betulkah kami
Seperti binatang?
Atau mungkin
Kami harus belajar pada binatang
Karena kami telah
Lebih rendah
Dari binatang?
Jangan Katakan Tidak
Haruskah
Kata tidak terucap untukku
Kau gantung khaal di langit jiwaku
Haruskah
Selamanya aku bersanding dengan bayang
Dan kutatap mendung esok pagi
Jangan
Ke mana lagi harap kutitipkan
Sedang cinta di dada masih mencengkeram
Jangan
Ke mana lagi rindu kualamatkan
Apakah kepada gunung yang angkuh memasung
Atau kepada laut yang bergolak memasang
Atau kepada langit yang jauh
Tak terjangkau
Katakan
Katakan ya
Jangan katakana tidak
Sebelum Pagi
Engkau mungkin mengajariku
Menggembala pekat
Karena pintu langit belum terbuka
Sebelum pagi
Karena engkau telah menarikku
Dari selimut malam
Mengajakku berlari
Mengitari
Sebelum pagi
Karena engkau telah membasuhku
Dengan gelap
yang merayap
sebelum pagi
Tersina Untuk Adikku
Belajarlah tuk lupakan aku
Karena aku telah di sini
Jauh
Belajarlah menjadi diri sendiri
Karena temanmu adalah sunyi
Sepi
Belajarlah tuk patuhi
Ayah-ibu
Kita
Belajar
Belajar dan belajarlah adikku
Belajarlah untuk belajar
Aceh
ini perang bukan melawan kompeni
penjajah
tapi perang melawan diri sendiri
ambisi
mungkin ini takdir
bukan
tapi keserakahan
mungkin
di bawah dentuman peluru
beradu
darahku dan darahmu
tumpah
Untuk Ayah-bunda
Sudah sejauh manakah kuberjalan
Tanpa sempat kuberpaling ke belakang
Ke bekas kakimu
Yang kau pahat
Di atas keringat
Darah
Air mata
Dalam lepas ini
Kau masih merangkulku
Mendekapku di sepi
Mendongeng di ujung mimpi
Hanya dengan puisi ini
Kulap peluh
Di ujung bahumu
Karena kutahu
Semua tak
Untuk Mbak dan Mbak Mbak
Mbak yang pinggulnya besar
Kau telah menggoyang Negara
Dan birahi kami
Memutar-memelintir imaji ke ubun-ubun
Hingga kami lupa diri
Mbak, yang pinggulnya lebar
Kau bawa nafsu yang mekar
Nafas megap-megap
Mbak, yang pinggulnya merangsang
Maafkan jika mulutku berkata lancang
Kau betul-betul membuat anuku tegang
Dan bergoyang-goyang
Dan kuucapkan terima kasih
Kemarin
Telah kuanu anuku
Karena goyanganmu
Kata
ketika sepi itu tepat menikam di ulu hati
di pekat jantung malam
maka kuharap kau datang
menggenahi mimpi-mimpi merambang
bersama dedas daun
embun
ketika sepi itu tepat memaku kaki
kuharap kau melangkah padaku
dengan sayap terentang tenang
tak kaku
buyarkan semua angan-angan suram
jemput aku
dengan satu keoptimisan
bahwa masih ada hari
selain hari ini
dan kemarin
aku selalu siapkan waktuku untukmu
di mataku sampai merabun
di kupingku sampai memikun
di hidungku sampai sesak
di hatiku sampai ceracau
di ujung penaku
sampai tinta usiaku
tiada
Bila Aku Jatuh Cinta
bila aku jatuh cinta
aku mohon pada-nya
aku tak ingin selemah sang adam
yang lupa neraka
karena hawa
bila aku jatuh cinta
aku mohon pada-nya
aku tak ingin secengeng romeo
yang minum racun
karena juliet
bila aku catuh cinta
aku mohon pada-nya
aku tak ingin seperti pejabat
yang tega korupsi
karena istri
Bila aku jatuh cinta
Aku mohon pada-Nya
Aku tak ingin sepeti tikus
Model-model mahsiswa
SKS,
Sistem Kebut Semalam
CBSA
Catat Buku Sampai Abis
Evolusi
Kambing
Kambing berjalan tegak
Kambing setengah manusia
Manusia setengah kambing
Pak lukman
Babi
Babi berjalan tegak
Babi setengah manusia
Manusia setengah babi
Pak Ismu
Untungnya andai jadi
untungnya
penciumanku tak setajam pembau reptil
sehingga kau masih harum malam ini
andai
hidungku sedemikian itu
dapat kucium bau ketekmu dari jarak sekilo meter
tak bisa lagi kau tipu aku dengan rexona
pastinya aku akan muntah
jadi
bukan karena engkau yang harum
tapi hidungku yang mampet
untungnya
telingaku tak sepeka radar
sehingga masih dapat kubersunyi-sunyi ria malam ini
andai
telingaku sedemikian itu
dapat kudengar suara dengkurmu dari sini
Pastinya aku tak bisa tidur
Jadi
bukan karena suaramu yang tak pernah jelek
Tapi telingaku yang pekak
untungnya
mataku tak setajam sinar x
sehingga kau masih seksi malam ini
andai
mataku sedemikian itu
dapat kutembus sampai tulang dan ususmu
kotoran-kotoran di perutmu
pastinya aku akan jijik
jadi
bukan karena engkau yang indah
tapi mataku yang buta
Antara Hitam dan Biru
Mata biru kulit putih bengkoang
Rambut pirang terurai melambai
Hidung mancung seperti pedang
Pikiran tajam di segala hal
Itulah kharisma bangsa eropa
Samakah dengan kita?
Mata hitam kulit sawo matang
Rambut tertata karena terpaku oleh trend
Hidung mancung tak semuanya punya
Pikiran licik dalam segala kehidupan
Itulah budaya bangsa
Selalukah kita berkiblat pada mereka?
Yang baik kita tiru
Yang buruk kita tiru
Yang merusak selalu kita simak
Yang tak bermoral selalu di jadikan modal
Kita bukan mereka,tapi mereka saudara kita,
keturunan dari sang adam
adam milik siapa?
adam ciptaan siapa?
Dimana naluri kita?
Tuhan yang tak inginkan cara kita?
Antara hitam dan biru bukan pedoman
Semua bukan pedoman tuk menjadi yang terdepan
Feodalondo sekali !otak tak berisi ! jadi apa nanti !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar